Rabu, 31 Desember 2008

Januari : Merefleksikan tahun baru dari mitologi Romawi



Dalam mitologi Romawi Kuno, dikenal seorang Dewa berwajah dua. Satu menghadap ke depan dan satunya ke belakang. Dewa itu bernama Janus - yang bisa pula berarti pintu, gerbang, gapura, porta, lorong masuk - dihormati sebagai dewa penguasa Pintu dan dewa pelindung segala karya.

Itulah mengapa bulan pertama setiap tahun dinamakan dengan bulan Januari, Januarius mensis (latin, bulan Januari) Dan bulan ini bisa dikatakan berwajah dua. Wajah yang satu menghadap ke tahun sebelumnya dan lainnya ke tahun berjalan. Namun orang Romawi Kuno memohon restu Dewa Janus tidak hanya pada bulan Januari (khususnya tanggal 1), tetapi setiap hari (yang merupakan hari baru) bahkan tiap kali mereka akan memulai kegiatan penting.

Karena penempatan bulan Januari di awal tahun inilah (satu lagi kalau tidak salah ditambahkan ole Julius Caesar - bulan Juli, mohon koreksi ya kalau saya salah) yang menjadi penyebab adanya pergeseran sehingga menimbulkan kejanggalan pada nama bulan (September jika dilihat dari asal katanya, Septian, seharusnya bulan ke tujuh menjadi bulan ke sembilan, atau Oktober, Okta, seharusnya bulan ke delapan menjadi kesepuluh, November, Nova, sembilan mejnjadi sebelas, dan Desember menjadi bulan ke duabelas).

Walaupun Dewa Janus bermuka dua, tapi dia lebih hebat dari yang bermuka sepuluh sekalipun. Siapa dia? Siapa lagi kalau bukan Rahwana (raja Alengka dalam kisah Mahabrata), si Dasa Muka. Tapi Rahwana, walaupun bermuka sepuluh lebih dihargai karena berani menunjukkan dirinya ada adanya sebagai tokoh antagonis dari pada seorang yang memiliki dua muka karena Hipokrit.

Dewa Janus dikatakan bermuka dua, namun bermuka dua dalam konteks waktu pun dapat kita jalankan. Setiap awal tahun kita biasanya memiliki resolusi tahun baru yang didapatkan dari dualisme masa yatitu masa lampau dan masa mendatang (dengan berpijak dari masa lampau, kita akan meraih masa depan) dan mengisi waktu diantaranya. Berjuang dalam masa kini.

Mereka yang tidak jujur atau sering membicarakan orang lain, seringkali dikatakan bermuka dua.

Kata Hipokrites (Yunani), pada awalnya berarti seorang aktor (pemain drama) yang berbicara via corong lubang mulut topeng pemain. Namun pengertian saat ini adalah kata lain dari berpura-pura, manis di mulut tapi kotor di hati, suka membicarakan (menjelekan) orang lain (padahal di depannya bicara manis.

Dalam bahasa arab, ada kata ‘Munafiq' yang berarti kira-kira, orang (yang) pintar melepaskan diri dari komitmennya; orang (yang) tidak konsekuen dengan ucapan/janji/pernyataannya; orang (yang) bertindak bertentangan dengan hati nuraninya.

Dewa Janus memang digambarkan ‘bermuka dua', tapi perlu diingat, setahu saya ia bukan dewa yang hipokrit/munafik. Kita bisa banyak belajar daripadanya..

(http://www.wikimu.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar